Tempe Semangit: Penyedap Rasa Etnis Sumber Probiotik

oleh

apt. Ana Mardiyaningsih, M.Sc

Mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada

Sejarah Tempe  

     Tempe sudah dikenal di Indonesia berabad-abad yang lalu. Bukti sejarah menunjukkan bahwa tempe berasal dari Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Tengah. Tempe pertama kali muncul pada tahun 1815 dalam Serat Centhini, catatan tertulis sastra klasik Jawa. Tempe adalah satu-satunya makanan tradisional berbahan dasar kedelai yang tidak berasal dari Cina atau Jepang. Maka berbanggalah masyarakat Indonesia dengan tempe. Ketika masyarakat mengkonsumsi tempe sebagai makanan etnis, maka selain mendapat manfaat kesehatan juga dapat menikmati makanan tersebut sebagai budaya dan identitas bangsa (1).

Gambar 1. Profil tempe kedelai pada perbedaan lama fermentasi

Samakah Tempe Semangit dan Tempe Bosok?

    Tempe semangit dan tempe bosok adalah tempe yang dibiarkan dalam jangka lama hingga mengalami perubahan rasa dan aroma. Perbedaan secara visual dari tempe segar, semangit dan bosok (busuk) didefinisikan oleh Abdurrasyid dan timnya (2020) mengacu pada lamanya fermentasi (pemeraman).  Tempe segar memiliki penampakan hifa putih dengan biji kuning pucat keabu-abuan dengan waktu peram 2 hari. Tempe semangit  memiliki hifa yang mulai gelap dengan biji kedelai kuning gelap dengan waktu peram 5 hari. Tempe bosok  memiliki warna hifa dan biji kedelai yang kehitaman dengan waktu peram 7 hari (2).

Bagaimana Fakta Ilmiah tentang Tempe Semangit?

1. Sumber Probiotik

    Probiotik merupakan  mikroorganisme hidup yang akan memberikan efek menguntungkan pada inangnya bila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup. Makanan yang diolah melalui proses pemeraman berpotensi sebagai probiotik. Meskipun pemeraman tempe menggunakan kultur starter dari kapang Rhizopus sp, bakteri lain termasuk bakteri asam laktat (BAL) dari lingkungan dapat ikut tumbuh sejak tahap perendaman dan berlanjut pada saat pemeraman (1).

    Jenis BAL yang ditemukan dalam tempe adalah Lactobacillus fermentum, Lactobacillus plantarum, Pediococcus pentosaceus, Weissella confusa, dan Lactobacillus delbrueckii ssp.   (3). BAL sebagai probiotik memiliki manfaat untuk menghambat bakteri penyebab penyakit dan meningkatkan sistem imun (4). Pemberian tempe pada manusia terbukti meningatkan komposisi BAL dalam usus, menjadikan usus lebih sehat dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh (5).

2. Kaya Isoflavon

     Kedelai adalah pangan lokal nomor satu yang paling kaya dengan isoflavon dan turunannya, antara lain genistein,  daidzein, genistin dan daidzin.   Kandungan  genistein dalam tempe mencapai lebih dari dua kali lipat dibandingkan kandungannya dalam kedelai yang belum diolah. Riset menunjukkan bahwa tempe pemeraman hari keempat mengandung isoflavon genistein tertinggi diantara pemeraman hari ke-0 hingga ke-8 yaitu sebesar 26,199 ± 25,146 mg/g (6), (7) Genistein dilaporkan memiliki potensi antikanker, antitumor, dan antioksidan.

3. Kaya Asam Lemak

     Lemak pada tempe mengalami peningkatan derajat ketidakjenuhan karena adanya proses pemeraman. Hal tersebut memberikan efek baik untuk kesehatan karena dapat menurunkan kandungan kolesterol. Peningkatan asam lemak bebas disebabkan adanya enzim lipolitik yang dihasilkan oleh kapang Rhizopus sp. yang mulai meningkat dari hari pertama menuju hari ke-3, lalu mulai turun pada hari ke-5 dan semakin turun di hari ke 9. Peningkatan jumlah asam lemak juga terjadi karena proses pertumbuhan BAL selama proses fermentasi. Tempe semangit masih layak dikonsumsi hingga penyimpanan hari ke-5 dilihat dari parameter nilai asam lemak bebas (8).

4. Kaya Protein

    Pemeraman mengubah senyawa kompleks dalam kedelai menjadi senyawa yang lebih sederhana pada tempe. Proses pemeraman menyebabkan protein tempe lebih mudah dicerna dan diserap di dalam tubuh. Lama pemeraman yang dilakukan juga berpengaruh terhadap kadar protein di dalam tempe. Tempe dengan waktu peram 24 jam memiliki kandungan protein sebesar 49,41 g/100 g yang lebih rendah dibandingkan tempe dengan waktu peram 96 jam sebesar 53,43 g/100 g (Utami, dkk., 2016). Tempe semangit masih layak dikonsumsi hingga pemeraman hari ke-5 dilihat dari parameter protein terlarut (8).

5. Memberi Rasa “Sedap””

    Tempe semangit dengan masa pemeraman 2-4 hari, mengalami pertumbuhan kapang yang menurun dan digantikan oleh fermentasi bakteri yang mengakibatkan terurainya asam amino membentuk amonia.  Amonia pada tempe semangit  berbau tengik serta menyengat dan semakin dominan sesuai lamanya pemeraman . Tempe semangit juga memiliki keunikan cita rasa karena perubahan komposisi asam amino bebas. Fermentasi kedelai telah terbukti meningkatkan asam amino yaitu asam glutamat yang mirip monosodium glutamate (MSG). Asam glutamat mempengaruhi indera kimia tidak hanya di rongga mulut tetapi juga di saluran pencernaan, dan bertanggungjawab pada rasa umami (gurih) dan telah digunakan untuk bumbu gurih di seluruh dunia  (9).

6. Potensial Sebagai Antioksidan

    Tempe bosok  memiliki kadar senyawa hipoglikemik dan antioksidan paling tinggi di antara tempe lainnya, yaitu senyawa fenolik, termasuk daidzein dan genistein, serta peptida.   Penambahan waktu pemeraman pada tempe semangit dan tempe bosok menghasilkan metabolit yang lebih berlimpah. Tepung tempe semangit memiliki kadar isoflavon daidzein dan genistein tertinggi (masing-masing sebesar 432,8 dan 707,8 μg/g). sehingga memiliki kapasitas antioksidan paling tinggi (nilai IC50 sebesar 2109 ppm) (7)

7. Potensial Sebagai Antidiabetes

    Tempe memiliki kemampuan mengendalikan diabetes melalui mekanisme penurunan glukosa darah dan stres oksidatif, serta perbaikan profil lipid darah. Penambahan waktu pemeraman dapat meningkatkan kemampuan tempe dalam mengendalikan diabetes. Tempe semangit  memiliki kemampuan pengendalian diabetes paling baik dibandingkan tempe segar. Hal ini disebabkan oleh adanya metabolit-metabolit dan peptida yang berperan dalam pengendalian diabetes yang banyak ditemukan pada tempe ini (10)

Kapan masa simpan tempe yang baik?

    Tempe semangit (tempe pemeraman 5 hari) masih memenuhi kadar air sesuai dengan SNI, sedangkan  tempe bosok (tempe pemeraman lebih dari 7 hari) tidak memenuhi syarat karena lebih dari 65%.  Semakin tinggi kadar air semakin banyak jumlah bakteri kontaminan (8).

     Tempe yang rusak ditandai dengan bau busuk, tekstur lembek dan rasa yang tidak enak. Pembusukan terjadi karena adanya penguraian protein oleh mikroba yang menghasilkan asam amino, asam amina, ammonia dan H2S yang menyebabkan bau langu dan asam pada tempe (11).  Proses pembuatan tempe yang higienis dapat mengurangi cemaran mikroba kontaminan.

Gambar 2. Skema ringkasan fakta ilmiah tempe semangit

Kesimpulan

Tempe semangit  baik dikonsumsi karena menjadi sumber probiotik, kaya isoflavone, kaya protein dan asam lemak, berpotensi antioksidan dan antidiabetes. Tempe semangit yang masih baik dikonsumsi adalah tempe dengan lama pemeraman sampai hari ke 5, karena masih memenuhi persyaratan kadar air, jumlah total mikroba, dan belum banyak mengalami kehilangan senyawa bermanfaat.

Referensi

  1. Romulo A, Surya R. Tempe: A traditional fermented food of Indonesia and its health benefits. Int J Gastron Food Sci [Internet]. 2021;26(August):100413. Tersedia pada: https://doi.org/10.1016/j.ijgfs.2021.100413
  2. Abdurrasyid Z, Astawan M, Lioe HN, Wresdiyati T. Hasil Penelitian Hasil Penelitian. Skripsi [Internet]. 2020;3(1):19–25. Tersedia pada: http://www.unhas.ac.id/tahir/BAHAN-KULIAH/00-Fika-data/TESIS LENGKAP dr. Zulfikar T
  3. Nuraida L. A review: Health promoting lactic acid bacteria in traditional Indonesian fermented foods. Food Sci Hum Wellness [Internet]. 2015;4(2):47–55. Tersedia pada: http://dx.doi.org/10.1016/j.fshw.2015.06.001
  4. Palaniyandi SA, Damodharan K, Suh JW, Yang SH. In Vitro Characterization of Lactobacillus plantarum Strains with Inhibitory Activity on Enteropathogens for Use as Potential Animal Probiotics. Indian J Microbiol. 2017;57(2):201–10.
  5. Ratih NK, Soka S, Suwanto A. Effect of Tempeh Supplementation on the Profiles of Human Intestinal Immune System and Gut Microbiota. 2017;11(1):11–7.
  6. Riyanto CA, Soetjipto H. Solvent Optimization for Genistein Isolation of “Rotten Tempe” By High Performance Liquid Chromatography Method. J Eksakta. 2017;17(2):111–8.
  7. Astawan M. The Effect of Soybeans Germination on Nutrition Potentials and Bioactive Components of Fresh and Semangit Tempe. J Pangan. 2020;29(1):35–44.
  8. Nuraini V, Puyanda IR, Kunciati WAS, Margareta LA. Perubahan Kimia Dan Mikrobiologi Tempe Busuk Selama Fermentasi. J Agroteknologi. 2022;15(02):127.
  9. Gunawan-Puteri MDPT, Hassanein TR, Prabawati EK, Wijaya CH, Mutukumira AN. Sensory Characteristics of Seasoning Powders from Overripe Tempeh, a Solid State Fermented Soybean. Procedia Chem [Internet]. 2015;14:263–9. Tersedia pada: http://dx.doi.org/10.1016/j.proche.2015.03.037
  10. Astawan M, Rahmawati IS, Cahyani AP, Wresdiyati T, Putri SP, Fukusaki E. Comparison between the potential of tempe flour made from germinated and nongerminated soybeans in preventing diabetes mellitus. HAYATI J Biosci. 2020;27(1):16–23.
  11. Winanti R. Higienitas Produk Tempe Berdasarkan Perbedaan Metode Inokulasi. Unnes J Life Sci. 2014;3(1):39–46. 

     

    Kanal Pengetahuan

    Fakultas Farmasi

    Universitas Gadjah Mada

    Sekip Utara, Yogyakarta 55281

    email: kpf.farmasi@ugm.ac.id

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

*